Latest Games :

BBBPF

BBBPF

PALEMBANG TEMPOE DOELOE

| 0 komentar


Jembatan Ampera jaman bingen biso diangkat tengahnyo sehinggo kapal-kapal besak biso lewat...
Canggih dak Palembang zaman dulu??? Men sekarang dak katek yg pacak mak ini.....kwkwkwk


Nah yg Ini Mesjid Agung kito tempo dulu..masih sepi seputaran air mancur...



Suasana di Jembatan Ampera dan sekitarnya waktu dulu masih sepi dan semrawut..


Ini situasi jalan Jendral Sudirman pada tahun 1930-an


Nah kalo yg ini Jalan sudirman waktu tahun 1970-an..
masih banyak mobil ketek...



Jalan Dempo Lapangan Hatta waktu zaman Belando


Jalan Tengkuruk dekat air mancur tempoe doeloe

 
Pasar  Cinde tahun 1930-an



Daerah Sekip waktu dulu


 Ini di Muaro Sungai Sekanak

 
Jembatan Kertapati  nah ado kisohnyo dikit kapan dibangun jembatan ini..
Dibangun tahun 1939 lalu, jembatan Ogan Kertapati dinamakan dengan nama Ratu Belanda, Wilhelmina. Kala itu, jembatan tersebut termasuk bangunan fenomenal di Sumsel. Seiring perkembangan zaman, jembatan ini kurang mendapat perhatian masyarakat meski umurnya lebih tua dibanding ikon Palembang, Jembatan Ampera. Padahal, sebagai bagian dari sejarah panjang Palembang, seorang sesepuh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumsel menilai, jembatan ini lebih kokoh dibanding Jembatan Musi II.

Catatan sejarah jembatan Ogan di Kertapati ibarat misteri. Banyak memperkirakan, catatan dibangun penjajah itu, dibawa sang penjajah ke negerinya, Belanda. Para pelaku sejarah pun banyak sudah meninggal.

Ada juga orang-orang tua asli Palembang, berumur 70 tahun keatas tak mengetahui kapan dibangunnya jembatan tersebut. Ketika koran ini menyambangi kawasan jembatan, beberapa orang tua yang sudah berumur 70 tahun keatas mengaku ketika mereka kecil menginjak umur 10 tahun, jembatan tersebut telah terbangun.

Keterangan didapat koran ini dari masyarakat sekitar jika jembatan tersebut merupakan kawasan vital, tempat lewatnya tentara serta kendaraan perang ketika terjadinya pertempuran. Mulai dari pertempuran Belanda melawan Jepang hingga perang lima hari lima malam.

Bahkan, saat Jepang masuk, Belanda dikabarkan menghancurkan jembatan untuk menghambat pergerakan tentara Jepang. Sempat menggunakan kayu sebagai penyangga, tahun 1956, jembatan tersebut akhirnya kembali dipugar.

Dibangun Dari Pajak Petani Karet

Dari Badan Arsip Perpustakaan dan Dokumentasi Kota Palembang, catatan terkait jembatan Ogan Kertapati hanya didapati koran ini dari sebuah buku. Berjudul “Palembang Zaman Bari” karangan sejarawan serta budayawan, almarhum Djohan Hanafiah.

Data diuraikan pun tak begitu banyak. Hanya dikatakan jika jembatan tersebut dibangun tahun 1939 lalu dan diresmikan dengan nama Wilhelmina Brug (Jembatan Wilhelmina, Red). Pembangunan jembatan dikatakan berasal dari sumbangan dari para petani-petani karet. Dimana setiap kati getah karet dikenakan satu sen.

Meski ada beberapa masyarakat mengungkapkan jika pembangunan menggunakan tenaga romusha, sesepuh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) cabang Sumsel, Ir H Anwar Arifai membenarkan jika dana pembangunan jembatan berasal dari sumbangan petani karet di Sumsel. “Bukan sumbangan sih, tapi semacam pajak. Dipilih petani karet karena karet pada masa itu dan sampai sekarang memang tingkat ekonominya bagus,” ungkap Anwar.

Anwar yang lahir tahun 1935 lalu saja, dan asli kelahiran Palembang tak mengingat kapan jembatan tersebut dibangun. Seingatnya sejak kecil, jembatan itu sudah ada. Jembatan itu pun termasuk bangunan fenomenal pada masanya. Termasuk jembatan terbesar di Sumsel, sebelum dibangunnya jembatan Ampera tahun 1965 lalu.

Secara stuktur, Anwar Arifai menilai jika jembatan Ogan Kertapati termasuk kokoh. Blak-blakan, ia mengatakan jembatan dibangun Belanda tersebut lebih kuat dibanding Jembatan Musi II yang umurnya lebih muda karena dibangun tahun 1992.

Alasannya, dengan stuktur beton bertulang, bentang jembatan lebih pendek serta tidak begitu beratnya beban diatas, jembatan Ogan diperkirakannya akan lebih bertahan lama. Bisa jadi. Karena saat ini, hanya kendaraan beban tak begitu berat dapat melintas di jembatan Ogan.

Saat inipun, jalurnya hanya diarahkan satu arah. Dari Simpang Jakabaring menuju Terminal Karya Jaya. Truk hingga tronton dengan beban berat diwajibkan melintas melalui jembatan Musi II yang kini dilewati kendaraan dua arah.



 
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang berada di seberang Sungai Musi ini memiliki bentuk asli bangunan tidak berubah dari masa awal pendiriannya. Lokasinya di Jalan Sultan Mahmud Badaruddin II No. 2, Palembang.

Di museum ini Anda dapat menikmati sekitar 556 koleksi benda bersejarah, mulai dari bekas peninggalan kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang. Nama Sultan Mahmud Badaruddin II dijadikan nama museum ini untuk menghormati jasanya bagi kota Palembang.

Museum Sultan Mahmud Badaruddin IIMuseum ini berdiri di atas bangunan Benteng Koto Lama (Kuto Tengkurokato Kuto Batu) dimana Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo dan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758) memerintah. Berdasarkan penyelidikan oleh tim arkeologis tahun 1988, diketahui bahwa pondasi Kuto Lama ditemukan di bawah balok kayu.

Benteng ini pernah habis dibakar oleh Belanda pada 17 Oktober 1823 atas perintah I.L. Van Seven House sebagai balas dendam kepada Sultan yang telah membakar Loji Aur Rive. Kemudian di atasnya dibangun gedung tempat tinggal Residen Belanda. Pada masa Pendudukan Jepang, gedung ini dipakai sebagai markas Jepang dan dikembalikan ke penduduk Palembang ketika proklamasi tahun 1945. Museum ini direnovasi dan difungsikan sebagai markas Kodam II/Sriwijaya hingga akhirnya menjadi museum.



 
 Bangunan Asli Mesjid Agung Palembang sekitar tahun 1893


Ini Kondisi Mesjid AGung Palembang pada tahun 1915


Pasar 16 Ilir tahun 1970-an masih sepi katek PKL

 
Pembangunan Jembatan Ampera 1962


Pasar Benteng zaman dulu


Bundaran Air Mancur Tempo dulu


Tidak ada komentar :

 
Support : Creating Website | MANG RD | Mas Template
Copyright © 2011. BBBPF - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger